Membongkar Lagi ‘Rekening Gendut’


Panggilan Komisi Informasi kepada Kepolisian agar menjelaskan sejauh mana proses pengusutan kasus rekening gendut sejumlah pejabat polisi mestinya tak boleh diremehkan. Polisi harus bersedia membuka kasus ini. Apalagi rekening gendut itu tidak hanya menyangkut kemungkinan terjadinya korupsi, tapi juga telah mendorong terjadinya dua kasus kekerasan.

Dua kasus itu adalah, pertama, pelemparan bom molotov ke kantor majalah Tempo, media yang mengungkap ihwal rekening gendut ini dalam laporan investigasinya. Kedua, penganiayaan terhadap Tama S. Langkun, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) yang juga sedang menginvestigasi rekening-rekening jumbo tersebut. Sampai sekarang polisi belum juga berhasil mengungkap kedua insiden itu.

Panggilan oleh Komisi itu dilayangkan untuk merespons tuntutan ICW terhadap Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Sebelumnya, ICW menuntut agar polisi membuka kepada publik nama-nama pejabat polisi pemilik rekening jumbo beserta nilai rekeningnya, namun polisi menolak. Alasan polisi, investigasi internal mereka menyimpulkan rekening-rekening itu tidak bermasalah. Penolakan inilah yang digugat oleh ICW ke Komisi Informasi Publik.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Komisi Informasi Pusat adalah lembaga yang bisa memutuskan sengketa informasi. Komisi akan menilai apakah rekening mencurigakan itu masuk informasi publik atau tidak. Bila Komisi memutuskan bahwa nama-nama pemilik rekening gendut itu boleh dibuka, polisi harus mematuhinya.

ICW tentu punya alasan hukum yang kuat untuk menuntut pembukaan data. Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Keterbukaan Informasi menyebutkan, data rekening seseorang dapat dikategorikan informasi publik bila pemiliknya adalah pejabat publik. Apalagi jika jumlah uang di rekening itu mencurigakan. Pasal ini sebetulnya bisa mematahkan dalil polisi, yang menggunakan Pasal 6 dan Pasal 17 undang-undang yang sama. Dua pasal itu intinya menyatakan informasi mengenai rekening seseorang adalah rahasia pribadi.

Sulit menerima argumen bahwa rekening-rekening itu merupakan rahasia pribadi. Pemiliknya adalah pejabat polisi, yang jumlah gajinya tidak masuk akal untuk bisa memiliki rekening bernilai miliaran dalam waktu singkat. Bahkan, kalaupun uang itu sah–mungkin saja mereka memang kaya dari sononya, menerima warisan atau hibah–ini mesti dibuktikan secara terbuka, sebagaimana pejabat publik lain melaporkan nilai kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Tanpa pembukaan data, pembuktian bahwa rekening itu sah atau tidak, sulit dilakukan.

Sekarang bola ada di tangan Komisi untuk mengambil keputusan. Publik tentu berharap kasus rekening ini bisa dibuka seterang-terangnya. Dari sini akan terbuka pintu masuk untuk membersihkan institusi polisi.

Kepolisian pun mestinya tak perlu takut. Dengan membuka data, mereka bisa bebas dari tuduhan melindungi aparatnya yang diduga menyalahgunakan jabatan. Bukankah belum tentu pula para pejabat pemilik rekening itu bersalah? Menutup-nutupi data rekening justru akan mendorong publik yakin bahwa memang isi rekening itu uang haram.

Sumber dari sini.

1 Comment

Filed under Fraud and Corruption

Awasi Pengadaan Barang dan Jasa


Mencegah korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di sistem pemerintahan, Pontianak akan menjadi salah satu kota yang akan melaksanakan program yang bekerjasama dengan masyarakat untuk memantau. Demikian dikatakan Iskandar, program manajer TII Wilayah Kalbar beberapa waktu lalu. Menurut dia, agar dalam sistem pemerintahan dalam tata usaha pengadaan dengan pelaku bisnis bisa dengan jelas dan transparan, dia menyambut baik Dinas Pendidikan yang menggelar kegiatan pendidikan anti korupsi sejak dini kepada terdidik beberapa saat lalu. “Itu sebagai wujud bahwa Kota Pontianak, khususnya Dinas Pendidikan memperhatikan sebuah pelayanan yang anti korupsi,” katanya.

Hal tersebut dikemukakan terkait pengadaan barang dan jasa yang selama ini bisa saja terjadi hal yang menyimpang. Tentu saja juga diperlukan sebuah pengawasan yang dilakukan sebuah badan. Di mana pengawasan tersebut langsung diawasi masyarakat yang ditunjuk untuk pengawasan. “Pakta integritas perlu dilakukan untuk instrumen pencegahan korupsi dalam rangka pembaharuan sistem pemerintahan untuk meminimalkan KKN. Terutama dalam aktivitas pengadaan barang dan jasa,” katanya.

Sejak Keppres 80 Tahun 2003 dikeluarkan, naskah pakta integritas telah diadopsi dan menjadi bagian dari syarat kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan oleh para pelaku usaha, dalam aktivitas pelelangan pengadaan barang dan jasa. Pengaturan fakta integritas persebut sekarang telah diperbaharui dengan Perpres 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

“Perbedaan pemahaman dari pakta integritas akan menjadi faktor gagalnya membangun pengelolaan tata pemerintahan yang baik. Dalam kontek inilah pakta integritas menjadi penting untuk membangun komitmen dan keterlibatan multipihak, guna mencegah praktek KKN dalam proses pengadaan barang dan jasa,” terang Iskandar. Kebutuhan dalam pelaksanaan fakta integritas di lingkungan Pemerintah Kota Pontianak, akan meliputi bentuk kelembagaan, kebijakan yang mendukung, dan kebutuhan atas masyarakat dan aparatur negara. Menyusun rencana monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program pakta integritas. Terbentuknya tim ad hoc yang memiliki fungsi utama mengawal agenda yang terdapat dalam rencana kerja.

Sumber dari sini.

3 Comments

Filed under Fraud and Corruption

KPK Beber Modus Korupsi Daerah


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan  (BPK) kemarin mendorong daerah untuk terus kreatif berinovasi tanpa takut korupsi. Sepanjang, sesuai dengan prosedur dan undang-undang inovasi daerah tetap mendapatkan apresiasi. Hal tersebut diungkapkan oleh wakil ketua KPK M Jasin dalam diskusi dalam rangka penghargaan otonomi award 10 di  yang diadakan The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) di Grand Ballrom, The Empire Palace, Surabaya kemarin (4/8), kemarin.

Jasin mengungkapkan bahwa selama inovasi daerah tetap sejalan dengan mata anggaran, atas persetujuan DPRD, akuntabel  tetap tak menjadi persoalan. “Tak ada yang dipersoalkan bila sesuai jalurnya,” jelas alumnus Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, kemarin.

Dia menjelaskan, inovasi daerah tetap harus didorong selama kepala daerah atau pejabatnya  tidak mengambil keuntungan pribadi. “Dalihnya inovasi tapi ada keuntungan yang mengalir. Ini yang harus kami ingatkan dengan penegakan hukum,” terangnya. Mulanya, KPK akan mengingatkan melalui sarana pencegahan korupsi. Namun bila kepala daerah yang bersangkutan membandel tentu KPK harus turun tangan dengan langkah penindakan. Artinya menyeret pelaku korupsi ke persidangan di Pengadilan Tipikor.

Jasin menambahkan bahwa selama ini banyak sekali modus korupsi di daerah. Modus tersebut dipelajari KPK, dari banyaknya  pejabat yang ditangani KPK selama ini. Para pejabat daerah, kata dia, kerap kali bermain-main di arena pengadaan barang dengan cara memarkup harga  dan mengubah spesifikasi barang. Modus ini mudah terlacak dan paling banyak melibatkan pejabat daerah Modus ini tidak hanya menggejala di praktik pemerintah daerah tetapi juga di pusat.

Modus lain adalah pemanfaatan sisa dana tanpa pertanggungjawaban, manipulasi sisa APBD, manipulasi perizinan, gratifikasi dari dana BPD penampung anggaran daerah, hingga bantuan sosial yang tak sesuai peruntukan. “Modus-modus macam sudah kami lacak dan mereka yang terungkap harus bertanggung jawab,” ungkap Jasin, kemarin. Selama KPK berdiri, pihaknya sudah menyeret 7 gubernur dan 21 bupati/walikota. “Yang perlu dicatat setiap upaya kami terbukti di pengadilan,” jelasnya.

Jasin mengungkapkan tak selalu  dengan langkah penindakan. Kepada daerah KPK selama ini juga berupaya mendorong agar daerah berinisiatif antikorupsi.  Di antaranya melakukan survey integritas secara periodik. “Kami juga melakukan sejumlah studi penilaian kepada daerah. Ada juga studi pengadaan publik secara elektronik ,” ungkapnya.

Pembicara lain, anggota VI  BPK  Rizal Djalil mengungkapkan bahwa ada modus baru korupsi di daerah, yakni menyalahgunakan APBD dengan modus investasi. Salah satu yang mengemuka adalah penyelewengan di kabupaten Kutai Timur. “Di mana Rp 70 miliar dana daerah diinvestasikan kepada lembaga keuangan yang tidak pruden,” jelas pria yang pernah menjabat mantan anggota komisi anggaran DPR RI.

Menurut Rizal, inventasi untuk daerah sebenarnya merupakan langkah kreatif untuk mendapatkan dana daerah. Tapi, yang kerapmenjadi persoalan jalur yang ditempuh tak prosedural Di antaranya mengabaikan persetujuan DPRD setempat. “Investasi macam itu baik saja. Asal tolok ukurnya jelas,” katanya.

Modus lain yang kerap tercium oleh  penegak hukum katanya adalah penggelembungan anggaran dalam pelaksanaan suatu program. “Yang begini juga kerap terjadi di sejumlah daerah,” ungkapnya. Yang paling parah, kata dia, pelaksanaan proyek pembangungunan gedung oleh daerah. “Kerap kali kami menemukan uang habis kantor yang dibangun pun tak ada,” katanya.

Selama ini BPK selalu mendorong agar daerah bisa membikin laporan pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel. Laporan BPK per 30 Juni sudah 74 persen daerah bisa meraih predikat wajar tanpa pengecualian dalam laporan keuangannya. “Tapi yang perlu dicatat laporan keuangan baik belum tentu tak ada korupsi,” ucapnya. Program inovasi, temuan BPK juga kerap dilakukan kepala daerah menjelang pemilukada. Langkah ini untuk menggaet respons masyarakat bila kepala daerah yang bersangkutan mengajukan diri lagi sebagai calon kepala daerah.

Sementara itu, Gubernur Soekarwo memiliki perpektif lain terkait penyebab inovasi daerah tersebut. Disinkronisasi regulasi pemerintah pusat membuat banyak kabupaten-kota ragu menuangkan inovasinya. Mereka tidak mau ambil risiko. “Ada kekhawatiran pengucuran dana sosial sebagai hibah. Padahal, hibah itu murni untuk masyarakat sangat miskin,” ungkap Gubernur Jatim Soekarwo. Menurut dia, kata hibah dari segi gramatika sebenarnya terputus. Begitu pula sebagaimana diatur Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah.

Mantan sekdaprov itu sudah mengusulkan ke jajaran terkait tentang hibah untuk masyakat sangat miskin seharusnya ada diskresi. “Saya sudah ketemu Kepala Kejaksaan Tinggi dan Ketua Pengadilan Tinggi. Kuncinya tetap ada di pusat,” terang Sokarwo.  Pejabat dari Madiun itu mengaku tidak bisa bertindak banyak ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempermasalahkan laporan hasil penggunaan (LHP) hibah tersebut dalam penggunaan APBD.

Hal itu disebabkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan mengharuskan pencatatan melalui belanja modal, bukan belanja barang dan jasa. “Saya bukan Mendagri yang bisa langsung take over. Peran saya hanya sebatas mendorong,” ujar Soekarwo.

Sementara itu, dalam seminar sesi pertama yang diikuti empat nara sumber, yakni staf khusus Presiden RI Denny Indrayana, staf ahli Kapolri Chairul Huda, Kajati Jatim M Farela dan direktur investigasi BPKP M Yusuf juga terungkap dorongan untuk inovasi daerah. Menurut Denny, para pejabat daerah tetap tak perlu takut berinovasi. “Selama tak ada keuntungan, tak ada diskon pembelian perumahan  atau kick back dalam bentuk apapun saya kira inovasi memmpercepat kemajuan daerah,” ungkapnya. Menurut Denny, garis demarkasi antara inovasi dengan korupsi adalah persoalan meraih keuntungan pribadi tadi.

Denny juga berharap agar aparat penegak hukum ekstra hati-hati dalam  menegakkan hukum korupsi. Sebab, jangan sampai   penegak hukum kemudian mengkorupsikan inovasi mereka, tanpa ada keuntungan pribadi yang mengalir kepada pejabat daerah tadi. (git/sep/kit)

Korupsi Daerah Versi KPK

Modus DPRD
* Memperbesar mata anggaran untuk tunjangan dan fasilitas anggota dewan
* Menyalurkan Dana APBD bagi anggota dewan melalui yayasan fiktif
* Memanipulasi perjalanan dinas
* Menerima gratifikasi
* Menerima Suap.

Modus Pejabat Daerah
* Pengadaan Barang dana Jasa Pemerintah dengan mark up harga dan merubah spesifikasi barang.
* Penggunaan sisa dana tanpa dipertanggungjawabkan & tanpa prosedur
* Penyimpangan prosedur pengajuan & pencairan dana kas daerah
* Manipulasi sisa APBD
* Manipulasi dalam proses pengadaan/perijinan/konsensi hutan
* Gratifikasi dari BPD penampung dana daerah
* Bantuan Sosial tidak sesuai peruntukannya
* Menggunakan APBD untuk keperluan Keluarganya dan koleganya
* Menerbitkan Peraturan Daerah untuk upah pungut pajak;
* Ruislag/tukar guling tanah dengan mark down harga
* Penerimaan Fee Bank

Korupsi Daerah Versi BPK

– Penggelembungan dana program
– Program fiktif
– Investasi dana daerah ke lembaga keuangan yang tak pruden

Diambil dari sini.

11 Comments

Filed under Fraud and Corruption

Menanti Peran Pengawas Perpajakan


(Dimuat di Harian Kontan, Jumat 23 April 2010)


Dugaan kasus korupsi pajak yang melibatkan Gayus Tambunan dan Bahasyim Assifie membuat kepercayaan publik pada institusi perpajakan berada di titik nadir. Bilangan angka sebesar 28 milyar di rekening Gayus dan 64 milyar milik Bahasyim terasa sangat fantastis jika dibandingkan dengan masa kerja dan perolehan gaji keduanya selama bekerja di Dirjen Pajak. Terlebih lagi, kasus itu terbongkar setelah dilaksanakannya reformasi Departemen Keuangan sejak tahun 2007. Termasuk bagian dari reformasi itu adalah tunjangan remunerasi sebesar 5 Triliun di tahun 2010.

Publik kemudian mempertanyakan sejauh mana efektivitas reformasi dan perbaikan remunerasi di Departemen Keuangan, khususnya Dirjen Pajak. Jika korupsi masih saja terus terjadi, maka besarnya anggaran remunerasi hanya akan membuat negara rugi dua kali. Pertama, karena harus menanggung tambahan tunjangan remunerasi yang cukup besar. Dan yang kedua, karena tunjangan remunerasi tersebut ternyata tidak efektif untuk menghilangkan kebocoran pajak sekaligus meningkatkan penerimaan pajak. Hingga sekarang, masih terdapat selisih yang cukup besar antara penerimaan pajak dengan yang seharusnya diterima (tax gap). Darmin Nasution (mantan Dirjen Pajak) pernah menyebutkan bahwa tax gap bisa mencapai hingga Rp 300 Triliun per tahun. Angka itu berarti sekitar 40 persen dari target penerimaan pajak 2010 sebesar 733 Triliun.

Mekanisme Pengawasan

Pada Bulan Maret 2010, Menteri Keuangan membentuk Komite Pengawas Perpajakan sebagaimana diamanatkan dalam UU No.28 Tahun 2007 tentang Perpajakan. Pembentukan komite ini menjadi sangat krusial di tengah-tengah terpuruknya kepercayaan masyarakat pada institusi perpajakan. Masyarakat berharap agar komite ini dapat secara efektif menjalankan fungsi pengawasan sebagai upaya memulihkan citra institusi perpajakan.

Merujuk pada Peraturan Menkeu No.54 Tahun 2008 mengenai Komite Pengawas Perpajakan, dijelaskan bahwa komite bertugas untuk mengawasi dan memberikan masukan terhadap pelaksanaan tugas instansi perpajakan. Kegiatan pengawasan yang dimaksud dapat meliputi pengamatan, pengumpulan informasi, dan penerimaan pengaduan masyarakat. Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana pengawasan tersebut seharusnya dilakukan agar dapat  berperan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di bidang perpajakan?

Berdasarkan teori kriminologi klasik dari Jeremy Bentham pada abad ke-18, dijelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum tergantung pada persepsinya atas keuntungan yang diperoleh dan risiko yang dihadapi. Semakin besar kemungkinan perbuatannya akan diketahui orang lain, semakin kecil pula kecenderungan seseorang untuk melakukan pelanggaran hukum.

Hal yang sama juga diterapkan dalam upaya pengawasan pajak. Kegiatan pengawasan yang efektif harus dapat membentuk persepsi bahwa setiap perbuatan korupsi yang dilakukan akan terdeteksi. Untuk mencapai hal itu, salah satu fungsi pengawasan yang harus dioptimalkan adalah penerimaan pengaduan. Berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2008 oleh ACFE (Association of Certified Fraud Examiners), asosiasi profesi pemeriksa fraud (kecurangan), diketahui bahwa mayoritas (50 persen lebih) kasus korupsi di pemerintahan dapat dideteksi melalui mekanisme pengaduan. Lebih lanjut juga dijelaskan, bahwa mayoritas pengaduan berasal dari internal organisasi dan hanya 30 persen yang berasal dari pihak eksternal.

Dari hasil survei di atas dapat diambil beberapa pelajaran. Pertama, pentingnya dilakukan edukasi pada pegawai perpajakan agar dapat secara jernih membedakan hal-hal apa yang termasuk dalam tindakan korupsi dan apa yang tidak. Upaya edukasi terutama diperlukan pada area abu-abu (grey area) dalam perpajakan untuk memperjelas batasan antara mana korupsi dan yang bukan. Dengan edukasi tersebut, diharapkan setiap pegawai pajak akan dapat memahami dan melaporkan tindakan korupsi dalam pelaksanaan pajak.

Kedua, pentingnya menerapkan berbagai jalur pengaduan dan merahasiakan identitas pelapor. Saat ini, Komite Pengawas Perpajakan telah memiliki e-mail  pengaduan yang dipublikasikan di situs resmi Kementrian Keuangan. Tidak hanya cukup sampai di situ, jalur pengaduan juga sebaiknya difasilitasi melalui beragam media seperti telepon, situs internet, fax, surat pos, dan yang lain. Hal ini akan mendorong pelapor untuk menyampaikan pengaduan dengan cara yang dianggapnya paling nyaman. Kerahasiaan identitas pelapor juga harus dijamin karena rentan terhadap upaya permusuhan dan pembalasan dari pihak-pihak yang dilaporkan.

Ketiga, akses terhadap mekanisme pengaduan sebaiknya tidak dimonopoli oleh satu institusi tunggal, akan tetapi dapat diakses juga oleh institusi-institusi tertentu yang diberi wewenang. Hal ini untuk menghindarkan pengabaian secara sengaja terhadap pengaduan yang bisa jadi dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki benturan kepentingan.

Keempat dan yang paling penting, adalah tindakan nyata yang diambil atas pengaduan-pengaduan yang diterima. Tentunya, tidak semua pengaduan dapat ditindaklanjuti karena ada yang tidak terbukti. Sebagian pengaduan bahkan mungkin hanya berisi fitnah ataupun berita bohong belaka. Namun untuk pengaduan yang benar dan ditemukan bukti, harus ada tindak lanjut dan sanksi yang tegas. Hal ini akan menghindarkan timbulnya ketidakpercayaan atas mekanisme pengaduan yang kemudian akan memandulkan fungsi pengawasan.

Upaya Penyelidikan Pengaduan

Adapun untuk melakukan penyelidikan atas pengaduan, Komite Pengawas Perpajakan tidak dapat bertindak sendirian. Diperlukan dukungan lintas fungsi dari lembaga-lembaga terkait seperti Inspektorat Jenderal Kementrian Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Traksaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kepolisian. Tanpa adanya upaya sinergis antar institusi yang didasari dengan tekad yang kuat untuk memberantas korupsi, fungsi pengawasan hanya akan menjadi macan ompong dan dianggap angin lalu oleh para koruptor.

Salah satu aturan hukum yang dapat digunakan secara lebih optimal untuk menjerat korupsi di perpajakan adalah prinsip pembuktian terbalik dalam Pasal 35 Undang-undang Nomor 15 tahun 2002, yang diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian uang. Dalam pasal itu disebutkan, untuk pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Selain itu, juga terdapat aturan baru dari Menteri Keuangan yang mengharuskan semua pejabat di Kementrian Keuangan memberikan surat kuasa kepada Menteri Keuangan untuk membuka data surat pemberitahuan (SPT) pajak, data transaksi keuangan di PPATK atas nama pemberi kuasa dan keluarganya, dan laporan harta kekayaan pribadi atas nama pemberi kuasa di KPK. Diberlakukannya aturan tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat fungsi pengawasan.

Terakhir, fungsi pengawasan yang efektif tidak hanya dinilai dari keberhasilannya mendeteksi tindak pidana korupsi, tapi juga perannya dalam mencegah korupsi. Untuk itu, perlu dilakukan upaya sosialisasi dan penyadaran secara berkelanjutan kepada seluruh aparat pajak mengenai penerapan fungsi pengawasan, terutama mekanisme pengaduan. Hal itu ditujukan untuk menciptakan the power of fear (kekuatan yang menumbuhkan ketakutan) yang dapat mencegah aparat pajak melakukan korupsi.

Semoga dengan membangun mekanisme pengawasan yang efektif, Komite Pengawas Perpajakan benar-benar dapat menjalankan fungsinya dan tidak menjadi layu sebelum berkembang. Di pundak mereka tergantung harapan masyarakat agar korupsi di perpajakan segera hilang.

3 Comments

Filed under Fraud and Corruption

Inilah Modus Korupsi Pajak


Di India, korupsi berlangsung di bawah meja. Di China, korupsi terjadi di atas meja. Di Indonesia, sekalian dengan meja-mejanya! Rasanya apa yang dituliskan Asia Times Online beberapa tahun silam ini masih relevan hingga saat ini.

Inspeksi mendadak yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok beberapa waktu lalu tampaknya belum memberikan efek jera bagi para petugas Bea Cukai dan Pajak.

Kasus teranyar datang dari Gayus Halomoan P Tambunan (30), pegawai Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak. Uang senilai Rp 25 miliar di rekening Gayus dicurigai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang melaporkannya ke polisi. Dalam pemeriksaan, polisi hanya mendapatkan tindak pidana pada uang di rekening itu sebesar Rp 395 juta. Sisanya dinyatakan bersih.

Gayus disangka melakukan pidana korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Selanjutnya, dalam persidangan di PN Tangerang pada 12 Maret 2010, Gayus divonis bebas.

Lepas dari kasus yang membelit Gayus, aktivis antikorupsi Emerson Juntho mengatakan, praktik penggelapan pajak yang dilakukan melalui persekongkolan dengan petugas pajak merupakan salah satu dari pola korupsi pajak yang kerap terjadi di Indonesia. “Ada persoalan pelik dalam praktik korupsi pajak,” ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (23/3/2010).

Dikatakan Emerson, berdasarkan penelitian Indonesia Corruption Watch, ada tiga pola korupsi di bidang pajak. Pola pertama adalah jual beli “lahan basah” di sektor pajak oleh bagian personalia. Dalam hal ini, pegawai pajak membeli posisi jabatan yang “basah” alias mendatangkan uang.

Hal ini juga dilakukan oleh pegawai yang enggan “terlempar” di “lahan kering” ataupun di kantor-kantor pelayanan pajak yang nun jauh di sana. Pola ini turut mendukung budaya korupsi di institusi perpajakan.

Pola kedua adalah praktik pemerasan dari petugas pajak ke wajib pajak. Yang lazim terjadi adalah ketika petugas pajak meminta sejumlah “uang lelah” untuk jasa pengurusan administrasi perpajakan.

Sementara itu, pola ketiga adalah dalam bentuk negosiasi pajak. Pola ini saling menguntungkan antara petugas pajak dan wajib pajak. Wajib pajak mendapatkan pengurangan nilai pajak yang harus dibayarnya secara signifikan setelah menyerahkan sejumlah uang ke petugas pajak.

Pelik

Menurut Emerson, praktik korupsi pajak tergolong pelik. Pasalnya, pegawai pajak saat ini semakin canggih dan lihai bermain “cantik”. Terlebih, mereka memiliki latar belakang keilmuan di bidang akuntansi dan hukum sehingga pandai mencari celah. Selain itu, UU Perpajakan pun tidak sepenuhnya mendukung upaya pemberantasan korupsi pajak.

“Undang-undang Perpajakan semacam memberikan imunitas bagi petugas pajak karena tidak memungkinkan data perpajakan untuk diaudit,” ujarnya.

Upaya reformasi birokrasi yang digulirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun serasa belum cukup. Seperti diwartakan, upaya-upaya tersebut, misalnya, meningkatkan remunerasi pegawai pajak dan online payment.

Dikatakan Emerson, guna mengikis habis masalah ini, diperlukan upaya reward and punishment. Bagi yang berprestasi, pemerintah harus memberikan reward. “Bagi yang salah, harus dihukum. Dan untuk memberikan efek jera, pelaku pajak jangan hanya pasal pidana biasa, tetapi juga money laundering dan undang-undang tindak pidana korupsi. Harus berlapis. Tren saat ini, pelaku hanya dijerat pasal-pasal KUHP. Ini untuk meminimalisir pelaku bebas dari jeratan hukum,” ujarnya.

Selain itu, kesadaran untuk tidak memberikan suap terhadap pegawai pajak juga perlu terus disosialisasikan. Hal ini, misalnya, dapat diwujudkan dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Kadin, pengusaha, dan Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, seluruh pemangku kepentingan juga harus memerhatikan praktik pungutan pajak, bukan hanya penggunaan pajak seperti yang selama ini digadang-gadang Dirjen Pajak.

Laporan wartawan KOMPAS.com – Hindra Liauw
Selasa, 23 Maret 2010

2 Comments

Filed under Fraud and Corruption

Lika-liku Suap Innospec ke Para Pejabat Migas Indonesia


(Dikutip dari sini)

Pengadilan Inggris telah menjatuhkan denda US$ 12,7 juta ke perusahaan Inggris, Innospec Limited karena terbukti memberikan suap ke sejumlah mantan pejabat migas Indonesia. Para pejabat migas Indonesia juga terbukti menerima suap hingga US$ 8 juta dari Innospec.

Denda kepada Innospec itu dibacakan Hakim Lord Justice Thomas dalam sidang korupsi atas perusahaan kimia Innospec Limited pada Jumat (26/3/2010) berkaitan dengan penjualan Tetra Ethyl Lead (TEL) yang digunakan dalam bensin bertimbal.

“Pembayaran-pembayaran itu disamarkan secara hati-hati dari auditor yang berasal dari sebuah perusahaan akuntansi terkemuka,” kata hakim Lord Justice seperti dikutip dari BBC, Senin (29/3/2010).

Innospec Limited yang berkedudukan di Cheshire, Inggris Utara itu sudah mengaku bersalah atas dakwaan korupsi yang diajukan dalam sidang di Southwark Crown Court, London, 18 Maret 2010 lalu.

Melalui agennya di Indonesia PT Soegih Interjaya, Innospec mengakui menyuap para pejabat Pertamina, BP Migas, dan pejabat-pejabat tinggi pemerintah Indonesia lainnya untuk menjual TEL.

Badan antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), dalam dakwaannya mengatakan penyuapan ini melanggar Undang-Undang Anti-Korupsi Inggris dan memperpanjang pemakaian bahan bakar bertimbal di Indonesia.

Komisi dan suap Pejabat Pejabat Migas

Perkara yang diajukan ke pengadilan mencakup periode antara 14 Februari 2002 hingga 31 Desember 2006. Pada masa itu nilai penjualan TEL yang dilakukan Innospec ke Indonesia adalah US$ 170.176.007,50.

Untuk mendapat kontrak sebesar itu Innospec membayar komisi sebanyak US$ 11.7888.824,72 kepada agennya di Indonesia PT Soegih Interjaya (PT SI). PT SI sudah menjadi agen bagi Innospec sejak tahun 1982. Uang itu antara lain dipakai oleh PT SI untuk menyuap para pejabat BP Migas, Pertamina, dan pejabat-pejabat pemerintah lainnya.

Salah seorang eksekutif Innospec, dalam email yang dimuat dalam dakwaan mengungkapkan, antara 1 Januari 2000 sampai 22 Desember 2006 penjualan TEL dari Innospec ke Pertamina bernilai US$ 277 juta.

Perbuatan korupsi Innospec Limited mulai terbongkar tahun 2005 setelah induk perusahaannya di Amerika Serikat, Innospec Inc, diselidiki oleh Departemen Kehakiman negara itu, DOJ, karena melakukan suap kepada pemerintah Irak dalam penjualan TEL.

Innospec Inc juga melanggar undang-undang Amerika karena melakukan perdagangan dengan Kuba. Innospec Inc kemudian melakukan plea bargain dengan pihak berwenang Amerika Serikat dimana perusahaan itu mengaku bersalah dengan imbalan hukuman yang lebih ringan.

Sebagai bagian dari penyelesaian global atas perkara ini, pihak berwenang Amerika melibatkan SFO dengan pembagian tugas dimana pihak Amerika menyelidiki perbuatan korupsi Innospec di Irak dan Kuba, sedangkan SFO berkonsentrasi pada kasus Indonesia.

Berdasarkan kesepakatan ini, direksi Innospec sendiri pada tahun 2008 melaporkan kepada SFO tentang korupsi yang melibatkan sejumlah bekas eksekutifnya. Innospec juga menyewa perusahaan audit KPMG untuk melacak transaksi keuangan antara PT SI dan pejabat-pejabat Indonesia.

Dakwaan itu secara terinci memaparkan komunikasi antara Innospec dan PT SI, tentang bagaimana dua eksekutif PT SI, Willy Sebastian dan Mohamed Syakir, menyuap pejabat-pejabat Pertamina dan BP Migas agar tetap membeli TEL dari Innospec.

Innospec membayar PT SI dengan dua cara yaitu komisi umum dan pembayaran ad-hoc, yang diketahui oleh Innospec akan dipakai oleh PT SI untuk menyuap pejabat-pejabat Indonesia.

Komisi yang dibayarkan Innospec sebelum tahun 2005 bernilai antara 1% sampai 5% dari nilai kontrak, namun jumlah itu dinaikkan menjadi 10% sejak tahun 2005 dan bahkan bila diperlukan jumlah itu bertambah.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Innospec membuka sejumlah pos dana suap khusus yang antara lain disebut Dana Rachmat Sudibyo, Dirjen Minyak dan Gas yang kemudian menjadi Kepala BP Migas.

Dakwaan itu menyebutkan bahwa pada tahun 2001 dan awal 2002, Innospec membayar suap sebanyak US$ 265.000 dan US$ 295.150 kepada Rachmat Sudibyo karena Pertamina membeli TEL dari Innospec dalam jumlah tertentu.

Menurut dakwaan ini, Rachmat dibayar US$ 40 per ton untuk pembelian di atas 4.000 ton, dan US$ 50 per ton untuk pembelian di atas 5.000 ton.

Masih dari dakwaan itu, Mohamed Syakir dari PT SI mengatakan dalam email tanggal 18 Desember 2003, bahwa Direktur Hilir Pertamina yang baru meminta komisi dari penjualan Innospec ke Pertamina dalam jumlah yang besar, tidak dalam hitungan ‘sen’.

Dalam email tertanggal 2 Desember 2003, Syakir mengungkapkan bahwa Innospec mendapat pesaing dari perusahaan Cina yang juga berniat menjual TEL kepada Pertamina. Karena itu agen Innospec kemudian menyuap pejabat-pejabat Pertamina untuk mempertahankan posisi Innospec.

Nama lain yang banyak disebut dalam dakwaan ini adalah mantan direktur pengolahan Pertamina Suroso Atmo Martoyo. Dakwaan itu juga menyebutkan bahwa mulai tahun 2003 Innospec menjadikan Suroso sebagai target dalam hubungannya dengan Pertamina.

Dalam email tanggal 30 November 2004, Syakir mengatakan Suroso meminta komisi US$ 500 per ton untuk pembelian 446 ton TEL dari Innospec seharga US$ 11.000 per ton.

Dalam putusannya, hakim secara khusus menyebut mantan Dirjen Migas dan Kepala BP Migas Rachmat Sudibyo yang menerima suap lebih dari US$ 1 juta atau sekitar Rp 9 miliar. Nama lain yang disebut dalam putusan adalah mantan Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmo Martoyo. Saat dikonfirmasi detikFinance sebelumnya, kedua pejabat itu sudah menyampaikan bantahannya.

Dakwaan SFO juga menyebutkan bahwa Innospec memberi dana US$ 100.000 kepada PT SI untuk memberi suap agar perundangan yang akan melarang TEL dilawan.

Dalam bagian lain dakwaan juga disebutkan bagaimana PT SI menggunakan kontaknya di BP Migas dan Pertamina untuk mempertahankan penggunaan TEL. Nama-nama lain yang disebut menerima suap dalam dakwaan SFO adalah ‘Ery’ dan ‘Iin’.

3 Comments

Filed under Fraud and Corruption

Lehman Brothers “Nakal”


(Kompas, 13 Maret 2010)

“Citibank, JP Morgan, dan Ernst & Young Turut Bertanggung Jawab”

Pesaing dekat Lehman Brothers, yaitu Citibank dan JP Morgan, dianggap membantu mempercepat kejatuhan Lehman. Pasalnya, saat Lehman kekurangan likuiditas, kedua bank investasi AS itu meminta tambahan penjaminan dan mengubah perjanjian menjelang kejatuhan.

Temuan itu terdapat dalam laporan 2.200 halaman tentang kebangkrutan Lehman Brothers, September 2008. Laporan itu dipublikasikan hari Rabu (10/3) oleh peneliti Anton Valukas dari firma hukum Jenner & Block.

Laporan itu merupakan hasil penelitian lebih dari satu tahun untuk menentukan siapa sebenarnya yang bersalah di balik runtuhnya Lehman memicu krisis finansial global. Kebangkrutan Lehman merupakan terbesar dalam sejarah korporasi AS.

Hasilnya waktu itu cukup parah, aliran kredit terhenti. Bank tidak percaya satu sama lain. Kepercayaan merosot tajam.

JP Morgan Chase & Co dan Citigroup meminta tambahan penjaminan sebesar 21 miliar dollar AS ketika Lehman mulai guncang. Laporan itu menyebutkan, pada 11 September 2008 JP Morgan meminta tambahan jaminan 5 miliar dollar AS.

Anton Valukas mengatakan, jika JP Morgan dan Citigroup tidak menekan Lehman, mungkin Lehman masih berdiri. Mungkin juga situasi tidak akan parah dan mungkin tidak akan membuat satu dari lima warga AS kehilangan pekerjaan.

Valukas mengatakan, ”Permintaan jaminan oleh para kreditor Lehman berdampak langsung terhadap likuiditas Lehman. Ini menjadi penyebab utama kebangkrutan Lehman.”

Hal ini juga bisa membuat Lehman mengajukan tuntutan hukum ke JP Morgan dan Citibank.

Lalai dan palsu

Auditor Ernst & Young juga dinilai lalai, dan melaporkan hasil audit ”palsu” soal keuangan Lehman Brothers.

Jika Valukas benar, juri akan mengajukan sidang di pengadilan tentang hal ini.

Selain permintaan tambahan kolateral, penumpukan aset Lehman Brothers juga terpusat pada kredit kepemilikan kredit rumah bermasalah. Juga ada kasus penyesatan informasi yang material dalam akuntansi Lehman.

Menurut laporan itu, Lehman menggunakan rekayasa akuntansi untuk menutupi utang sebesar 50 miliar dollar AS di pembukuannya. Semua itu dilakukan untuk menyembunyikan ketergantungan dari utangnya.

Para pejabat senior Lehman, juga auditor mereka Ernst & Young, sadar akan tindakan ini, menurut Valukas.

Tidak hanya itu, Valukas menyinggung kemungkinan gugatan hukum terhadap mantan pimpinan Lehman, Dick Fuld, juga pejabat keuangan Lehman, eksekutif Lehman lainnya seperti Chris O’Meara, Erin Callan, dan Ian Lowitt. Perusahaan itu dituduh telah melakukan skandal akuntansi.

Harian Inggris The Financial Times melaporkan, Valukas menemukan kesalahan Lehman sebenar para eksekutifnya sendiri karena mereka melakukan berbagai kesalahan penilaian bisnis untuk memanipulasi neraca perusahaan.

Namun, laporan tersebut tidak menyimpulkan apakah para eksekutif Lehman melakukan pelanggaran hukum pasar modal. Henry M Paulson Jr, yang kemudian menjadi menteri keuangan AS, pernah memperingati Richard S Fuld Jr, mantan CEO Lehman, bahwa Lehman mungkin akan bangkrut jika tidak dapat menstabilitasi keuangannya atau menemukan pembeli.(Reuters/FT/joe)

Leave a comment

Filed under Fraud and Corruption

Rekor baru blog ini


Kemarin, 9 Desember 2009, adalah rekor baru blog ini…

Jumlah pengunjung mencapai 479 dalam sehari…!

Berikut adalah kata kunci yang paling dicari pengunjung blog ini (kemarin)

Statistik lain (Agustus 2008-Desember 2009)…

55.260  : Total jumlah pengunjung blog ini

188         : Total jumlah komen

62           : Total jumlah postingan tulisan

Happy blogging n keep posting 🙂

20 Comments

Filed under Uncategorized

Selamat Hari Anti Korupsi Sedunia (9 Desember 2009)


Semoga korupsi lekas enyah dari bumi Indonesia!!!

4 Comments

Filed under Fraud and Corruption

Wawancara Ekslusif Ketua Umum Persatuan Koruptor Seluruh Indonesia


Sebelumnya bisa jelaskan siapa anda?
Nama Saya Rakus Koruptus, pekerjaan saya politikus dan juga pengusaha. Saat ini saya menjabat Ketua Umum Persatuan Koruptor Seluruh Indonesia atau biasa disingkat PKSI. Kami memiliki perwakilan di 33 provinsi dan anggota sebanyak lebih dari 20 ribu orang diseluruh Indonesia. Selain anggota aktif kami juga memiliki simpatisan yang juga sangat banyak mulai dari aparat pemerintah, penegak hukum, hingga Saat ini organisasi kami fokus pada pembubaran dan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mendorong penghentian dan vonis bebas sejumlah kasus korupsi yang melibatkan anggota kami.

Terkait dengan rencana pemerintah menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyadapan, apa tanggapan anda?
Kami mendukung seratus persen langkah pemerintah soal pengaturan penyadapan ini. Tidak hanya saya, tapi semua koruptor Indonesia sangat mendukung rencana pemerintah ini. Apalagi jika dilihat secara subtansi, RPP tersebut membatasi kewenangan KPK dalam hal melakukan penyadapan. Terus terang kami sangat terganggu dengan keberadaan KPK khususnya soal penyadapan. Kalau KPK lemah, kan memang tujuan organisasi kami.

Anda sepertinya sangat dendam dengan KPK?
Sangat mas. KPK telah merusak hidup saya, membuat pernikahan saya hancur karena ketahuan punya pasangan lain. Saya sulit bertemu klien dan bernegoisasi sehingga pendapatan kami juga menurun dan banyak proyek yang hilang sejak ada KPK. Penderitaan ini juga dirasakan oleh seluruh koruptor indonesia. Banyak diantaranya yang jatuh msikin dan bahkan dipenjara. Makanya kami berharap beberapa waktu lalu upaya ”CICAK” lawan ”BUAYA” dimenangkan oleh kubu BUAYA. Kalau perlu semua pimpinan KPK diganti. Kami juga dukung all out (seluruh tenaga: red) waktu itu. Meski hasilnya tidak memuaskan. Kami menyesal Bibit dan Chandra masih bisa kembali ke KPK. Tapi jangan khawatir, kami sudah siapkan banyak cara untuk melemahkan KPK.

Selengkapnya di sini.

2 Comments

Filed under Fraud and Corruption