Korupsi – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


korupsi1Korupsi – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

Korupsi (bahasa Latincorruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) atau rasuah adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak[1].

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

  • perbuatan melawan hukum,
  • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
  • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
  • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
  • penggelapan dalam jabatan,
  • pemerasan dalam jabatan,
  • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
  • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Selengkapnya di link ini.

6 Comments

Filed under Fraud and Corruption

Setoran ‘Uang Keamanan’ Freeport ke Indonesia


Freeport-McMoRan Copper & Gold, yang merupakan induk dari PT Freeport Indonesia menganggarkan ‘uang keamanan’ untuk operasionalnya di sejumlah negara. Di Indonesia, ‘uang keamanan’ Freeport mencapai US$ 14 juta atau sekitar Rp 126 miliar, terbesar setelah setoran keamanan ke AS.

Berdasarkan laporan keuangan Freeport-McMoRan Copper & Gold, disebutkan anggaran keamanan untuk di Indonesia mencapai US$ 14 juta. Angka itu lebih rendah dibandingkan ‘uang keamanan’ di AS yang mencapai US$ 81 juta. Namun Freeport tidak mengeluarkan anggaran keamanan untuk operasionalnya di Chili, Peru dan Republik Demokratik Kongo. Ditambah uang keamanan dalam jumlah kecil di sejumlah negara, total dana yang digelontorkan Freeport untuk keamanan mencapai US$ 97 miliar. Dalam laporan keuangan tersebut, Freeport membuka dana-dana yang dibayarkannya ke pemerintah di negara-negara tempat mereka beroperasi. Termasuk di Indonesia, yang masuk dalam kandidat negara Extractive Industry Transparency Initiative (EITI) pada 2010.

Dijelaskan, PT Freeport Indonesia (PTFI) bekerjasama dengan pemerintah memelihara pesanan publik, mendukung upaya penegakan hukum dan melindungi personel serta properti perusahaan. Untuk itu, PTFI memberikan dukungan biaya penyediaan keamanan dari pemerintah hingga US$ 14 juta pada tahun 2010. Dana dukungan keamanan ini digunakan untuk bermacam infrastruktur dan biaya lain termasuk makanan, perumahan, bahan bakar, perjalanan, perbaikan kendaraan, biaya kecelakaan dan administrasi serta program bantuan komunitas.

Secara total, pembayaran Freeport ke pemerintah Indonesia pada tahun 2010 mencapai US$ 1,974 miliar. Rincian dari setoran Freeport ke Indonesia adalah:

  •     Pajak Pendapatan Korporasi, Refunds Netto : US$ 1,293 miliar
  •     Pajak Withholding untuk dividen asing : US$ 173 juta
  •     Pajak gaji karyawan : US$ 43 juta
  •     Dividen : US$ 169 juta
  •     Royalti dan pajak lainnya : US$ 185 juta
  •     Biaya Keamanan (Property Taxes) : US$ 14 juta
  •     Pajak dan Fee lain-lain : US$ 97 juta.

Setoran Freeport ke pemerintah Indonesia merupakan yang terbesar. Kepada pemerintah AS, Freeport ‘hanya’ setor US$ 749 juta. Total setoran Freeport ke pemerintah di negara-negara tempat dia beroperasi mencapai US$ 3,744 miliar.

Seperti diketahui, masalah biaya keamanan Freeport ke personel militer di Indonesia baru-baru ini menuai kritikan. Kontras menyatakan sebanyak 635 orang aparat TNI-Polri ditugaskan untuk pengamanan obyek vital PT Freeport Indonesia. Berdasarkan surat Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) Papua Nomor B/918/IV/2011 tertanggal 19 April 2011 yang diperoleh KontraS, mereka terdiri dari 50 anggota Polda Papua, 69 anggota Polres Mimika, 35 anggota Brimob Den A Jayapura, 141 anggota Brimob Den B Timika, 180 anggota Brimob Mabes Polri dan 160 anggota TNI. Personel ini diganti setiap bulan sekali. Satgas pengamanan ini diberikan imbalan Rp 1,25 juta per orang yang diberikan langsung oleh manajemen PT Freeport Indonesia kepada aparat.

Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo membenarkan adanya dana dari Freeport untuk personel Polri di Papua. Menurut Kapolri, dana itu seperti uang saku. “Kalau misalnya ada bantuan dari salah satu yang kita lakukan kegiatan pengamanan tentunya itu adalah bagian dari seperti uang saku,” ujar Kapolri.

Sumbernya dari sini.

2 Comments

Filed under Fraud and Corruption

Fraud Kartu Kredit Capai 2.741 Kasus, Jumlah Kerugian Mencapai Rp11,78 Miliar


Bank Indonesia (BI) mengatakan fraud (kekacauan) di perbankan khusus kartu kredit mencapai 2.741 kasus dengan nilai kerugian mencapai Rp11,78 miliar dari Januari sampai April 2011. BI mengatakan fraud ini terjadi karena pencurian identitas.

Hal ini berdasarkan data Bank Indonesia terkait Kebijakan dan Pengaturan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran yang disampaikan dalam Seminar Perlindungan Nasabah di Gedung BI, Jakarta, Rabu (8/6/2011).

Bank sentral mencatat fraud dari pencurian identitas tercatat sebanyak 1.204 kasus dengan kerugian Rp5,963 miliar. Sedangkan terbanyak kedua adalah fraud kartu kredit terjadi akibat adanya pemalsuan kartu yang mencapai 545 kasus dengan kerugian Rp 2,530 miliar.

Sedangkan untuk fraud kartu ATM (debet), BI memaparkan terdapat 3.246 kasus dengan kerugian sebanyak Rp 294 juta. Paling banyak kasus fraud kartu ATM (debet} karena hilang dan atau dicuri dimana mencapai 3.005 kasus dengan kerugian Rp62 juta.

Kepala Biro Investasi BI Hendrikus Ivo menambahkan bahwa dari jumlah komplain atau pengaduan yang diterima BI tersebut, sekira 464 kasus atau 40 persennya adalah pengaduan mengenai payment khususnya kartu kredit. “40 persennya kita terima pengaduan masalah kartu kredit,” imbuhnya.

Menurut data statistik Bank Indonesia, pada triwulan I tahun 2011, jumlah pengaduan nasabah umum tercatat sebanyak 216.291. Terkait masih relatifnya jumlah pengaduan nasabah tersebut, BI mengharapkan agar perbankan dapat terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada para nasabahnya.

Sumber dari sini.

1 Comment

Filed under Fraud and Corruption

Kebijakan “Anti Fraud” Perbankan Segera Keluar


Kompas

Kepala Biro Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Irwan Lubis mengatakan bahwa kebijakan BI mengenai pedoman anti fraud atau penggelapan di bank sudah siap dikeluarkan dalam waktu dekat.

“Konsepnya sudah selesai, tinggal menunggu dibawa ke rapat Dewan Gubernur BI. Tunggu saja,” kata Irwan Lubis di Jakarta, Jumat (10/6/2011).

Menurutnya, aturan anti fraud ini ditujukan agar bank memiliki sistem pencegahan terjadinya penggelapan, dengan membuat sistem deteksi, pemantauan, dan sistem yang meninjau kebijakan di bidang SDM.

Dengan aturan ini, bank diharapkan bisa menyusun analisis dari database fraud yang pernah ada, termasuk analisis mengenai kolusi internal- eksternal di bank sehingga menjadi bahan pencegahan terulangnya kasus itu. “Jadi sebenarnya aturan-aturan sudah ada, dan kita hanya melengkapi untuk membantu manajemen bank agar lebih hati-hati dalam pengawasan internalnya,” ujarnya.

Selama ini, lanjut Irwan, BI sudah mengeluarkan berbagai aturan yang cukup banyak untuk mencegah adanya fraud seperti dengan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap direksi dan komisaris bank.

Sementara untuk mengawasi pegawai bank, BI sudah meminta agar good corporate governance ditegakkan dalam melaksanakan pengawasan internal, seperti pedoman know your employee, sistem rotasi pegawai, dan lain-lain.

Selain aturan-aturan itu, BI juga dalam waktu dekat akan mengeluarkan kebijakan mengenai pencadangan modal untuk membiayai kerugian akibat kasus penggelapan.

“Ke depan ada rencana untuk modal juga, sekarang modal bank lagi banyak, dan itu akan kita minta dicadangkan untuk masa gelap, ini sedang dikaji,” katanya.

Dengan berbagai aturan pengawasan perbankan yang dikeluarkan BI, sebenarnya secara ketahanan, individual bank sudah bagus, tetapi pengawasan operational risk harus dilakukan bersama bank karena alat dan kelengkapannya sudah disiapkan dan diatur Bank Indonesia.

Irwan menuturkan, Bank Indonesia akan terus meningkatkan pengawasan terhadap perbankan, terutama di bidang operasional, meski sistem pengawasan yang berlaku saat ini sudah berlapis dan dinilai beberapa pihak cukup baik dalam mendorong kinerja perbankan.

“Secara performa industri perbankan baik-baik saja, terlihat dari indikator, risiko, growth, kredit dan lain-lain. Bahkan keuntungan bank semakin meningkat, sampai Maret laba mencapai Rp 90 triliun,” ujarnya.

Menurut dia, beberapa kasus perbankan yang muncul belakangan ini sifatnya kasuistis dan cenderung bersumber dari kelemahan operasional bank. “Kami akan terus tingkatkan supervisi sebagai penyempurnaan dan sebagai regulator BI sudah melakukan evolusi dari pengawasan bank dan itu sangat berlapis,” kata Irwan.

Sumbernya dari sini.

Leave a comment

Filed under Fraud and Corruption

KPK: Ada 14 Perusahaan Asing Pengemplang Pajak di Sektor Migas


 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan ada 14 perusahaan asing yang bergerak di sektor migas tidak membayar pajak. Kerugian yang ditimbulkan mencapai angka Rp 1,6 triliun.

“Ada 14 perusahaan asing yang tidak pernah bayar pajak, bahkan ada beberapa perusahaan yang tidak membayar pajak sejak lima kali menteri keuangan berganti,” kata Wakil Ketua KPK Haryono Umar saat dihubungi detikcom lewat telepon, Kamis (14/7/2011).

Hal ini yang menjadi bahasan pada pertemuan Rabu (13/7) kemarin ketika KPK melakukan koordinasi dengan BP Migas, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Anggaran. Koordinasi itu untuk membahas mengenai belasan perusahaan asing yang tidak pernah membayar pajak.

Menurut Haryono, berdasarkan catatan dari BP Migas, kerugian negara yang ditimbulkan akibat tidak dibayarnya pajak oleh perusahaan asing itu mencapai Rp 1,6 triliun. Namun, Haryono memperkirakan angka itu jauh lebih besar karena baru BP Migas yang melakukan pendataan.

“Belum, nantinya jika Ditjen Pajak atau KPK yang melakukan pendataan,” ujar Haryono.

Haryono mengatakan, berdasarkan kesimpulan sementara, diketahui belasan perusahaan itu tidak membayar pajak karena terjadi dispute atau perbedaan pendapat dengan pemerintah soal penghitungan pajak. Namun, jika terus terjadi, Indonesia akan mengalami kerugian yang sangat besar.

Haryono khawatir telah terjadi permainan dan penyelewengan yang dilakukan oleh penyelenggara negara terkait tidak dibayarnya pajak itu. Haryono mengingatkan seperti kasus pegawai Ditjen Pajak, Gayus Tambunan yang mengatur pembayaran pajak dengan sejumlah perusahaan.

Namun, kata Haryono, sejauh ini KPK belum menemukan adanya indikasi penyelewengan yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Ia berjanji KPK akan melakukan kajian mendalam mengenai masalah ini.

“Jelas KPK akan bertindak, ini menyangkut kepentingan negara,” tegas Haryono.

Sumbernya dari sini.

6 Comments

Filed under Fraud and Corruption

BI Akui Banyak Bank Dibobol Karena Pengawasan Internal Memble


Sumbernya dari sini.

Bank Indonesia (BI) mengakui banyaknya kasus fraud atau pembobolan bank akhir-akhir ini disebabkan karena lemahnya pengawasan internal. Bank sentral meminta bank untuk introspeksi serta membenahi pengendalian internal dengan mengoptimalkan manajemen risiko.

“Kasus-kasus yang terjadi merupakan kesempatan perbankan Indonesia untuk introspeksi untuk menyempurnakan pengawasan ke arah yang lebih berbasis risiko. Juga fokus pada aspek kepatuhan dan fungsional terutama risiko operasional untuk memitigasi risiko termasuk internal auditor,” ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah disela diskusi mengenai banking efficiency award 2011 di Hotel Nikko, Jakarta, Rabu (22/6/2011).

Dicontohkan Halim, beberapa kasus besar industri perbankan global misalnya saja di Singapura beberapa waktu lalu juga dikarenakan lemahnya pengawasan internal dan level top manajemen. Kasus di Indonesia, sambung Halim tidak jauh dari hal tersebut dimana terdapat beberapa kelemahan.

“Antara lain level top manajemen dalam melakukan review secara berkala terhadap kebijakan sistem prosedur SOP dan pengendalian internal, kemudian pengawasan internal yang kurang optimal serta adanya kelemahan implementasi kebijakan sistem dan prosedur serta SDM yang kurang menjalankan prinsip Know Your Employee,” paparnya.

“Ditambah ada beberapa pejabat yang kelewat batas dengan dapat mudahnya memodifikasi data nasabah yang tidak diketahui pimpinan bank sehingga terjadi penarikan tanpa diketahui,” imbuh Deputi Bidang Pengawasan BI ini.

Maka dari itu, Halim menyampaikan BI akan menyempurnakan sejumlah aturan untuk memperkuat good corporate governance dalam melindungi kepentingan nasabah dan industri perbankan. Aturan yang digodok antara lain menyempurnakan kontrol internal yang efektif, ketersediaan standard operational procedure yang memadai dan mendorong pengawasan aktif dari direksi dan komisaris.

Selain itu, bank sentral juga akan menyempurnakan pengawasan dengan penguatan fungsi Direksi Kepatuhan yang lebih optimal dan satuan kerja audit internal dan manajemen risiko yang dapat beroperasi secara independen.

“Semuanya itu antara lain lapisan pertahanan pertama pada bank kalau semuanya dilakukan dapat mengurangi risiko operasional,” ujarnya.

Disamping pengguatan GCG di internal bank, menurut Halim, bank sentral juga akan mendorong pengawasan masyarakat dan kantor akuntan publik yang mengaudit bank. “Ini merupakan lapisan kedua sehingga ada jaminan yang baik terhadap perlindungan dana nasabah dan bank itu sendiri sebagai industri,” ujarnya.

2 Comments

Filed under Fraud and Corruption

BOS dan Pungutan Sekolah: Quo Vadis Pendidikan Indonesia?


Pagi ini saya sangat menikmati perjalanan ke kantor dengan KRL Commuter Line, yang entah kenapa, terasa agak lengang. Ya, ini adalah kali pertama saya naik KRL lagi, setelah perubahan pola operasi menjadi hanya dua tipe KRL: ekonomi dan Commuter Line, sejak tanggal 2 Juli kemarin. Sebelumnya jika naik KRL, seringnya saya naik KRL Ekonomi AC jam 7.20 di Stasiun Pondok Cina. Jangan bayangkan bagaimana penuhnya, masuk saja susah! Apalagi keluarnya wkwkwk..

Didorong oleh mood yang smooth pagi ini (thanks to KRL!:), saya melihat koran Kompas yang sedari tadi saya baca di kereta, dan merasa ada yang mengganjal di mata — judul headline hari ini terkait dengan Penerimaan Siswa Baru: Tidak Boleh ada Pungutan Apa Pun di SD dan SMP.. (!)

Teringat rasanya seperti masih baru kemarin saja, tahun lalu keponakan istri saya — namanya Ira, ribet bin pusing mikirin mau masuk SMP mana. Di satu sisi karena kuatir nilainya nggak nyampe buat masuk sekolah negeri favorit, juga karena khawatir dengan biaya yang muahall kalo sampe harus masuk ke sekolah swasta. Belum lagi karena ternyata sekolah negeri favorit yang diincernya itu, juga terkenal membebankan macam2 biaya kepada orang tua, padahal katanya sekolah negeri sudah mendapatkan dana BOS dari pemerintah.

Olala.. BOS apaan tuh ya? ‘Bantuan Operasional Sekolah’ yang menurut berita yang saya baca di headline pagi ini, disalurkan oleh Pemerintah untuk memenuhi 70 persen dari kebutuhan sekolah. Sedangkan kekurangannya, 30 persen, diharapkan untuk dapat dipenuhi dari pemkab/pemkot dan provinsi. Dalam satu referensi Kemendiknas tentang Kebijakan BOS, dijelaskan bahwa BOS ditujukan untuk meringankan beban masyarakat dalam rangka wajib pendidikan dasar 9 tahun. BOS ini juga bertujuan untuk membebaskan siswa SD/MI dan SMP/MTS dari biaya operasional sekolah (kecuali RSBI dan SBI) dan membebaskan siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta.

Di tahun 2011 ini, dianggarkan dana sebesar 16 Trilyun untuk BOS. Dana ini diusulkan oleh Kemendiknas untuk naik menjadi 27 Trilyun di tahun 2012 untuk dapat memenuhi 100 persen dari kebutuhan sekolah. Penasaran dengan panduan mengenai penggunaan dana BOS, dalam salah satu ulasan dari BPK mengenai BOS dijelaskan bahwa dana BOS tidak boleh dipergunakan untuk: disimpan untuk dibungakan, dipinjamkan, kegiatan yang bukan prioritas sekolah seperti studi banding atau study tour, membangun gedung atau ruangan baru, membayar transportasi, pakaian, dll yang tidak berkaitan dengan kepentingan murid, membeli bahan atau peralatan yang tidak mendukung proses pengajaran, dan membayar guru kontrak atau guru bantu dan kelebihan jam mengajar, yang telah dibiayai oleh pemerintah pusat atau daerah.

Berbicara mengenai BOS, tidak dapat dipungkiri masih banyak potensi celah yang dapat disalahgunakan. Sebagaimana ditulis oleh Febri Hendri (peneliti senior ICW), dalam Skandal Dana BOS, BPK Perwakilan Jakarta menemukan indikasi penyelewengan pengelolaan dana sekolah, terutama dana BOS tahun 2007-2009, sebesar Rp 5,7 miliar di tujuh sekolah di DKI Jakarta. Sekolah-sekolah tersebut terbukti memanipulasi Surat Perintah Jalan (SPJ) dengan kuitansi fiktif dan kecurangan lain dalam SPJ. Begitu juga berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28 miliar pada sampel 3.237 sekolah di 33 provinsi. Lebih lanjut, selama periode 2004-2009, kejaksaan dan kepolisian seluruh Indonesia juga berhasil menindak 33 kasus korupsi terkait dengan dana operasional sekolah, termasuk dana BOS. Kerugian negara dari kasus ini lebih kurang Rp 12,8 miliar. Menurut Febri Hendri lagi dalam kritiknya, korupsi massal dan sistemis dalam BOS dapat dipicu dua hal, yakni keterlambatan penyaluran dan buruknya sistem pengawasan atas penggunaan dana.

Sementara itu terkait dengan pungutan sekolah, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menegaskan bahwa Kemendiknas melarang adanya berbagai kegiatan pungutan saat pendaftaran sekolah. Menko Kesra HR Agung Laksono juga mewanti-wanti, bahwa sekolah sesuai dengan undang-undang telah menikmati BOS. Karena itu, sekolah tidak diperkenankan melakukan pungutan liar (pungli). Akan tetapi, apabila dicermati lebih lanjut dalam kedua artikel yang memberitakan larangan tersebut, masih dimungkinkan adanya wilayah abu-abu (grey area) yang memungkinkan pungutan masih terjadi. Seperti yang digambarkan oleh Mendiknas, apabila memang ada keperluan mendesak, bisa saja pengadaan seragam dikoordinasi oleh sekolah. Namun, harus dilakukan secara transparan seperti referensi harga yang sesuai di pasaran serta mengumumkannya ke orang tua murid. Begitu pula yang dikatakan oleh Menko Kesra, pungutan yang dilakukan untuk misalnya membeli sepatu bersama tidaklah termasuk pungutan liar, karena memang BOS tidak digunakan untuk membiayai hal itu.

Menelisik akar masalah terjadinya pungutan, sebagaimana dikatakan oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal, dikarenakan dana BOS yang diberikan pemerintah selama ini sebenarnya hanya mencakup 70 persen dari kebutuhan operasional siswa di sekolah, maka kemudian banyak sekolah terutama di perkotaan, melakukan pungutan sana-sini untuk memenuhi kebutuhan 100 persen biaya operasional siswa di sekolah. Pungutan itu sulit dikendalikan karena pemerintah menyadari adanya kekurangan dana 30 persen itu.

Sekali lagi kita berharap, semoga pungutan sekolah dapat dihilangkan dan pemerintah dapat merealisasikan kewajibannya untuk memberikan layanan pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat), sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun).

Majulah Pendidikan Indonesia!

3 Comments

Filed under Fraud and Corruption

KPK Apresiasi Kemendagri Larang APBD untuk Olahraga Profesional


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi langkah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia dalam menindaklanjuti hasil kajian tentang penggunaan APBD untuk olahraga. Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012, Kemendagri melarang penggunaan APBD untuk olahraga profesional.

Dalam pasal 23 Permendagri tersebut dinyatakan bahwa pendanaan untuk organisasi cabang olahraga profesional tidak dianggarkan dalam APBD karena menjadi tanggung jawab induk organisasi cabang dan/atau organisasi profesional yang bersangkutan, ucap  Juru Bicara KPK, Johan Budi SP.

KPK sangat menyambut baik langkah ini, sekaligus juga berharap agar kementerian dan lembaga lain mau melakukan hal serupa dengan apa yang dilakukan oleh Kemendagri dalam hal pencegahan korupsi, lanjut Johan.

Kajian mengenai penggunaan dana APBD olahraga telah dipaparkan pada 5 April 2011 di hadapan Mendagri, Gamawan Fauzi; Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng; dan beberapa gubernur. Dalam kajian itu, KPK mengidentifikasi tiga temuan, yaitu dilanggarnya asas umum pengelolaan keuangan daerah pada pengelolaan dana APBD bagi klub sepak bola, adanya rangkap jabatan pejabat publik pada penyelenggaraan keolahragaan di daerah yang dapat menimbulkan konflik kepentingan, dan dilanggarnya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan hibah dari APBD.

Atas hasil kajian tersebut, lanjut Johan, KPK memberikan saran kepada Mendagri untuk membuat peraturan untuk menghentikan pengalokasian APBD bagi klub sepak bola mulai tahun anggaran 2012, termasuk pengaturan sanksinya.

KPK juga menyarankan Kemendagri untuk menginventarisasi pejabat publik yang melakukan rangkap jabatan pada kepengurusan KONI dan/atau kepengurusan klub sepak bola; dan mengeluarkan peraturan mengenai larangan pejabat publik untuk melakukan rangkap jabatan pada pengurusan KONI dan klub sepak bola, ucapnya. Selain itu, KPK meminta Mendagri menetapkan peraturan tentang pedoman pengelolaan hibah bagi pemerintah daerah yang di dalamnya sekurang-kurangnya mengatur tentang kriteria calon penerima hibah dan kewajiban untuk mengumumkan kepada publik nama penerima hibah dan besaran nilai hibahnya.

sumbernya dari sini.

1 Comment

Filed under Fraud and Corruption

Tujuh Langkah Mencegah Kejahatan Perbankan


Menciptakan internal kontrol yang bagus adalah salah satu langkah yang bisa ditempuh bank dalam mencegah terjadinya fraud. Masih ada enam langkah lain. Segera gulirkan program pencegahan fraud yang detail dan lengkap sesuai dengan kondisi bank Anda.

Kita semua berharap, fraud (kejahatan) pada sistem perbankan kita setidaknya mereda. Sebab, memang, fraud tidak mungkin bisa dihilangkan hingga nihil. Tapi, tentu, harapan berkurangnya fraud ini sangat bergantung pada kesiapan masing-masing bank untuk mencegahnya. Untuk itu, jelas, perlu aksi, bukan hanya omong doang.

Tidak ada pihak yang menang jika terjadi fraud: bank merugi dan para penjahat bank pun paling banter merasakan kesenangan untuk sementara waktu. Dengan catatan, pemerintahan sungguh-sungguh membongkar kasus demi kasus yang tidak mengenakkan hati dan membuat bising telinga. Jelas, perlu aksi yang konkret, bukan hanya janji surga tanpa tindak lanjut.

Not everyone is honest, sebuah fakta yang menyedihkan. Pada kondisi integritas yang rendah, kontrol yang lemah, akuntabilitas yang rendah, dan tekanan yang tinggi, peluang seseorang menjadi tidak jujur akan makin besar. Dan, bank-bank kita saat ini dihadapkan pada dua pilihan sederhana: menciptakan lingkungan dengan potensi fraud yang rendah (low fraud environment) atau menyusul bobolnya bank-bank terdahulu.

Low fraud environment bisa diciptakan dengan adanya dukungan dari budaya kejujuran yang tinggi, keterbukaan, dan program khusus bantuan kepada personel. Untuk menciptakan dukungan tersebut, paling tidak, bank harus mempekerjakan orang-orang yang jujur dan selalu memberikan pelatihan kepada mereka mengenai kesadaran akan fraud, menciptakan lingkungan kerja yang positif, membuat dan melakukan diseminasi atas kode perilaku yang gampang dimengerti, serta membuat program bantuan kepada para personel.

Berdasarkan teori fraud triangle (segitiga kecurangan), tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi yang datang secara bersamaan akan memperbesar peluang terjadinya fraud. Tapi, jika salah satu saja dari elemen segitiga tersebut hilang, fraud tidak akan terjadi. Pada sisi bank, menghilangkan kesempatan terjadinya fraud adalah yang paling mungkin ditindaklanjuti. Nah, berikut sumbang saran bagi bank-bank lokal perihal usaha yang bisa dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya fraud di bank Anda.

Pertama, yang sudah sering disebut-sebut, ciptakan kontrol internal yang bagus. Kontrol internal yang bagus, paling tidak, harus mencakup kontrol lingkungan yang bagus, sistem akuntansi yang bagus, dan kontrol prosedur (aktivitas) yang juga bagus. Becermin dari sebuah pernyataan Committee of Sponsoring Organization (COSO): the control environment sets the tone of the organization, and is largely responsible for employees being conscious (and therefore vigilant) about controls.

Kuncinya, kontrol lingkungan harus mencakup integritas; nilai etika dan kompetensi sumber daya manusia (SDM); gaya dan filosofi manajemen; gaya manajemen dalam mengalokasikan wewenang, tanggung jawab, dan pengembangan SDM; serta perhatian dan arahan dewan direksi.

Sementara, sistem akuntansi yang bagus harus memberikan informasi yang benar, lengkap, dan tepat waktu. Kontrol prosedur yang bagus harus mencakup kontrol fisik atas aset-aset, otorisasi yang tepat, segregasi tugas, pengecekan independen, dan dokumentasi yang lengkap.

Perlu dicermati, tidak ada sistem kontrol internal yang kebal terhadap fraud serta efektivitasnya akan sangat bergantung pada kompetensi orang-orang di bank yang harus memastikan pelaksanaan internal kontrol yang tepat dan solid. Sistem kontrol internal hanyalah salah satu elemen program pencegahan fraud yang komprehensif.

Kedua, membangun rintangan bagi terjadinya kolusi. Jika fraud terjadi disertai dengan kolusi, akan lebih sulit untuk bisa mendeteksinya. Dan, karena kolusi biasanya dibangun dalam waktu yang tidak singkat, cara yang jitu adalah merotasi personel (job transfer) secara periodik.

Ketiga, memberikan informasi kepada nasabah mengenai kebijakan bank. Contoh gampangnya adalah perilaku suap untuk memperoleh kucuran dana. Bank bisa membuat surat secara periodik kepada nasabah terkait yang menjelaskan mengenai kebijakan perusahaan yang tidak menerima segala jenis suap atau hadiah.

Bank juga bisa memberikan syarat bahwa bank memiliki hak yang bisa digunakan sewaktu-waktu untuk mengaudit laporan keuangan nasabah yang memperoleh pinjaman. Hal ini juga diharapkan akan mengurangi niat nasabah melakukan kecurangan.

Keempat, pengawasan personel. Para pelaku fraud biasanya menggunakan hasil jarahannya untuk mendukung gaya hidup yang mahal. Dengan mengawasi gaya hidup setiap personel dan fasilitas-fasilitas pribadi di sekelilingnya, bank bisa melakukan langkah pencegahan. Sebab, para personel yang berpotensi melakukan fraud seakan-seakan merasakan terus diawasi.

Kelima, buat jalur khusus pelaporan fraud (tips hotline). Secanggih apa pun fraud dilakukan, sering kali fraud bisa ditemukan melalui tips. Ketika seorang personel merasakan bahwa rekan kerjanya atau pihak lain memiliki cara yang sangat mudah untuk melaporkan terjadinya fraud, hal ini akan mengurangi niat melakukan fraud itu sendiri. Takut dilaporkan!

Keenam, menciptakan ekspektasi atas hukuman. Ketakutan akan hukuman jelas akan mengurangi perilaku tidak jujur. Hukuman yang tegas dan konsisten akan membuat para personel berpikir seribu kali sebelum memastikan siap terlibat melakukan fraud. Kalau hanya diberhentikan, terkadang tidak cukup kuat untuk mencegah fraud. Hukuman yang lebih berarti, misalnya, memberi tahu kepada keluarga atau orang-orang terdekat mengenai perilaku tidak jujur yang dilakukan seorang personel.

Ketujuh, proactive fraud auditing. Sering kali, investigasi terhadap fraud dilakukan setelah ada korban, yang artinya bersifat reaktif. Audit yang bersifat pro-aktif diharapkan akan membangun kesadaran para personel bahwa apa yang mereka lakukan setiap saat bisa saja “di-review”. Hal ini akan memberikan para personel rasa takut akan tertangkap jika melakukan fraud, sehingga diharapkan akan mengurangi perilaku kecurangan di bank.

Becermin dari tulisan di atas, fraud di perbankan kita diharapkan bisa dikurangi dan dicegah melalui penciptaan budaya kejujuran, keterbukaan, program bantuan kepada personel, dan usaha-usaha menghilangkan kesempatan para personel melakukan fraud.

(*)

Sumber:
Tedy Fardiansyah Idris
Penulis adalah akademisi, praktisi, dan pengamat keuangan.

3 Comments

Filed under Fraud and Corruption

Kejahatan Bank Sulit Dicegah


REPUBLIKA.CO.ID

Tak ada yang mampu menafsir kedalaman pikiran dan hati seseorang. Inilah dilema yang dihadapi industri perbankan saat menjumpai kasus kejahatan perbankan (fraud). Oknum pegawai sewaktu-waktu bisa berkhianat dan membobol bank.

Kasus pembobolan Citibank hingga Rp 17 miliar membuktikan sintesa tersebut. Seorang karyawan yang sudah bertahun-tahun mengabdi akhirnya jadi musuh dalam selimut. Begitu juga usaha pembobolan BNI sebesar 4 Miliar yang baru-baru ini dilaporkan. “Kejahatan bank yang dilakukan oleh orang dalam sangat sulit dideteksi,” tutur Direktur Utama BRI, Sofyan Basyir.

Menurutnya, secanggih apapun sistem pengawasan dan keamanan yang dilakukan tidak akan berguna bila orang-orang di dalamnya nakal. “Kami punya 75 ribu orang pegawai dan 7 ribu kantor. Begitu banyaknya, hingga kami tidak mampu mengawasinya satu-per satu,” katanya. Hal ini menurutnya, tak hanya dihadapi oleh BRI, namun juga bank-bank lain di Indonesia. “Tak ada yang akan bisa benar-benar bisa terhindar dari kejahatan semacam ini,” katanya.

Meskipun demikian, bukan berarti bank tidak bisa meminimalkan resiko. “Di BRI kami selalu pastikan fungsi auditor berjalan dengan baik,” katanya. Menurutnya, demi memperkokoh fungsi pengawasan, BRI mendirikan residen auditor di setiap kantor cabang BRI. “Mereka akan pastikan semua transaksi keuangan di dalam dan ke luar BRI berjalan dengan seharusnya,” katanya. Bahwa setiap perubahan angka sekecil apapun pada pos-pos transaksi keuangan tertentu akan terdeteksi segera.

Peningkatan sistem pengawasan dan keamanan akan menimbulkan konsekuensi biaya operasional yang tidak sedikit. “Namun ini sudah menjadi pilihan BRI. Bagaimanapun kami harus menjamin keamanan dana nasabah,” katanya. Menurutnya, aturan Bank Indonesia tentang pegawasan perbankan sudah sangat jelas. “Kami harus menjalankannya,” tuturnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Bank Negara Indonesia (BNI), Gatot Suwondo. Menurutnya, secanggih apapun, seberlapis apapun sistem keamanan dan pengawasan yang dibuat pasti ada kelemahannya. Lalu bisa diterabas oleh oknum bank yang nakal. “Namun jangan mengeneralisir. Dari ribuan orang bankir yang ada di BNI mungkin hanya 1 atau dua orang saja yang nakal,” katanya.

Oleh karena itu, BNI sistem rekruitmen tenaga kerja akan terus diperketat. “Kami selalu melakukan tukar menukar informasi terkait seorang pegawai. Kami akan kaji track record-nya sebelum benar-benar diterima di institusi ini,” katanya. Bila dia adalah seorang fresh graduate, maka BNI akan memastikan pencapaian akademisnya saat di universitas. “Dengan demikian akan tersaring orang-orang terpilih yang memiliki integritas,” katanya.

Meskipun demikian, menurutnya, sebuah kasus kejahatan bank tidak bisa menjadi tanggung jawab bank semata. “Nasabah pun harus berhati-hati,” katanya. Seorang nasabah boleh saja dekat dan percaya dengan seorang pegawai bank. “Namun tetap harus pasang mata, siapa tahu di kemudian hari mereka bisa menyerang si nasabah,” katanya. Oleh karena itu, dia menyarankan agar nasabah jangan asal menandatangani cek ataupun surat transaksi kosong apapun. “Ikuti saja prosedur bank dengan baik,” katanya.

Sementara Bank Mandiri menerapkan tiga lapis pengawasan mulai dari cabang, kantor wilayah, dan melalui internal audit untuk menghindari kejahatan perbankan. ”Dengan tiga lapis pencegahan ini, kami rasa sudah maksima untuk memberikan jaminan kepada nasabah,” ujar Direktur Utama Mandiri, Zulkifli Zaini.

Hal senada juga diutarakan Direktur Mikro Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin menyatakan, kian hari transaksi keuangan semakin besar. “Yang namanya tindakan kriminal akan kita hadapi dan ada,” ujarnya. Selain fisik, kejahatan perbankan juga muncul di elektronik. ”Fraud juga banyak terjadi di kartu kredit,” katanya. Karenanya, ke depan Mandiri bersama dua bank lainnya, BCA dan Permata, bakal membuat kartu chip yang menggabungkan kartu kredit dan debit untuk mencegah ini terjadi.

Pengamat Perbankan, Fauzi Ikhsan menyatakan, industri perbankan sangat beresiko tinggi. Kemungkinan terjadi pembobolan oleh oknum pegawai sangat besar. Dia mencontohkan pembobolan uang yang dilakukan oleh seorang pegawai Bank of England beberapa waktu lalu. “Bank itu kurang canggih apalagi pengamanannya, tapi tetap saja bisa ditembus,” katanya.

Menurutnya, bank tersebut kebobolan akibat oleh pegawainya yang bertugas membakar uang kertas lama Inggris. “Setiap hari dia selipkan beberapa uang kertas ke celana dalamnya. Sehingga tidak ada petugas keamanan yang tahu,” katanya. Kasus tersebut terungkap ketika si pegawai membeli sebuah rumah dengan menggunakan uang tersebut.

Fauzi menambahkan, unit bisnis bank yang paling rentan mengalami fraud adalah ritel banking. “Dulu ada penyelewengan LC BNI. Kasus Bapindo oleh Edi Tanzil, dan Bank century,” katanya. Sehingga untuk menghindari resiko tersebut, bank harus menyusun manajemen resiko yang kuat. “Caranya patuhi Basel 2 dan rambu-rambu perbankan lainnya,” tuturnya.

Sayangnya, sistem hukum perbankan Indonesia belum begitu baik. “Kalau ada ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  pengawasan bank mungkin akan lebih baik,” katanya. Namun sejauh ini, pengawasan yang dilakukan BI menurutnya, sudah lebih bagus. “Sekarang memang terlalu banyak regulasi. Tetapi semua itu kan supaya mencegah krisis,” katanya.

2 Comments

Filed under Fraud and Corruption